Kamis, 28 Agustus 2008

Impian Walt Disney

Walter Elias Disney dilahirkan di Chicago pada tanggal 5 Desember 1901.

Ibunya Flora Call, adalah seorang wanita Jerman. Sedangkan ayahnya Elia Disney, adalah seorang keturunan Irlandia.

Kehidupan keluarga Disney berpindah dari satu kota ke kota lain, karena Elias Disney, yang sebenarnya terpesona oleh dunia bisnis, tidak mempunyai kesesuaian diri dengan dunia

itu dan seringkali mengalami kegagalan finansial

Pada tahun 1906, keluarga Disney pindah ke daerah Marceline, Missouri, di tanah pertanian yang baru dibelinya. Walt Disney kecil menyukai kehidupan di daerah barunya tersebut. Selain itu, kehidupan di desa tersebut juga menghidupkan rasa sayangnya kepada binatang-2 yang hidup di sekitarnya seperti bebek, tikus, dan anjing.

Kelak, ternyata hewan-2 itulah yang membuat namanya menjulang.

Dari sini, Walt Disney menarik pelajaran berharga yang dia terapkan sepanjang hidupnya, yaitu bahwa KEBAHAGIAA! N AKAN TIMBUL DALAM DIRI KITA APABILA KITA MELAKUKAN SESUATU YANG BENAR-BENAR KITA SUKAI

Kehidupan Walt Disney yang bahagia itu teryata hanya bisa dinikmati sesaat saja.

Kegagalan panen yang berturut-turut membuat Elias Disney, ayahnya harus menjual ladang pertaniannya dan membeli sebuah perusahaan koran setempat yang kecil.

Untuk menghemat biaya pegawai, Elias Disney mempekerjakan Walt Disney dan kakaknya Ray tanpa biaya.

Setiap pagi pukul 3.30 dinihari Walt dan Ray sudah harus bangun untuk menunggu kedatangan truk pengangkut.

Sesudah itu mereka harus menjalankan tugas harian mengantarkan koran kepada para pelanggan di kota.

Kadang-kadang orang menjumpai Walt berjalan dengan kelelahan dan gemetar kedinginan dengan bawaan hampir seberat dua kali berat tubuhnya.

Adakalanya cuaca begitu dingin, sehingga Walt harus berjongkok di sudut jalan sekedar untuk menghangatkan diri

Seringkali Walt berpikir, apakah untuk hidup di dunia ini orang harus bekerja mati-matian sebagai budak dengan upah yang hanya bisa sekedar untuk survive ?

Tidak adakah jalan lain untuk hidup ? Bila Walt mengantarkan koran untuk para pelanggannya yang kebanyakan adalah orang kaya di kota, maka Walt juga mulai berpikir mengapa mereka bisa hidup mewah, sementara dirinya hidup serba kekurangan.

Hal ini akhirnya melahirkan pelajaran kedua di dalam hidupnya, yaitu bahwa KEHIDUPAN ITU ADALAH SUATU PILIHAN. APAKAH KITA MAU HIDUP KAYA ATAU MISKIN, TERGANTUNG ATAS KEPUTUSAN DAN TINDAKAN KITA SEPENUHNYA SAAT INI

Atas dasar pemikiran itulah maka setelah beranjak dewasa Walt bersikeras memutuskan untuk masuk ke dinas tentara, karena menurutnya pekerjaan tentara bisa lebih memberi kekayaan dibanding sebagai pengantar koran yang bekerja tidak dibayar.

Di sela-2 dinas ketentaraannya, Walt menggunakan waktu luangnya untuk menggambar

Rupanya, bakat Walt dalam menggambar memang luar biasa, sehingga ! dalam waktu yang singkat banyak teman-2nya di ketentaraan yang minta dibuatkan gambar dirinya

Setelah perang dunia I usai, Walt keluar dari dinas tentara. Saat itu sangatlah sulit mencari pekerjaan. Ini merupakan masa-masa paling suram dalam kehidupan Walt Disney.

Untuk kembali ke orang tuanya dia malu, karena waktu itu dia sering menyombongkan pada orang tuanya bahwa pekerjaan tentara itu adalah `pekerjaan orang kaya'

Walt tidak mempunyai uang barang sedikitpun, dan terpaksa menumpang di belakang sebuah bengkel kecil, dengan sebuah bangku usang, satu-satunya perabotan yang dimilikinya, untuk makan dan tidur. Lebih parah lagi seminggu sekali dia harus pergi mengendap-endap ke stasiun kota di malam hari hanya sekedar untuk `mencuri' mandi

Walt menyadari, bahwa hal ini tidak mungkin dibiarkan terus menerus. Di kembali ingat impiannya di masa lalu, bahwa dia ingin menjadi kaya, bukan gelandangan seperti sekarang. Tapi, apa yang bisa dilakukan dengan keadaannya yang sekarang, tanpa modal, tanpa kenalan, tanpa pekerjaan.

Dalam keadaan paling parah dalam hidupnya, Walt akhirnya bisa merumuskan prinsip hidupnya yang ketiga, yaitu TIDAK PEDULI SEBERAPA PARAH KEADAAN KITA SAAT INI, NAMUN KEADAAN PASTI AKAN BERUBAH LEBIH BAIK APABILA KITA MASIH MEMILIKI SATU HAL : HARAPAN

Harapan itu pula yang terus memacu pikiran Walt. Akhirnya Walt menyadari bahwa satu-satunya yang masih dimilikinya adalah bakat menggambarnya.

Tapi bagaimana caranya agar bakat tersebut bisa menghasilkan uang untuk dirinya.

Setelah sekian lama mencari-cari, Walt memutuskan bahwa Hollywood adalah tempat yang cocok dengan dirinya, dengan bakat yang dimilikinya.

Untuk kesana, terpaksa Walt menahan malu dan meminjam uang dari kakaknya Ray.

Setibanya disana, ternyata Walt hanyalah satu dari sekian ribu orang yang berharap bisa menjadi bintang di Hollywood.

Mulailah Walt masuk satu persatu ke studio yang ada disana, dan mencoba menawarkan diri untuk bekerja apa saja, asal ada hubungannya dengan dunia perfilman.

Bukan hal yang mudah ternyata, karena tidak ada satupun studio yang mau menerimanya, bahkan untuk pekerjaan yang paling rendah sekalipun

Walt menyadari, bahwa para studio itu menolaknya karena dirinya tidak menunjukkan satu keahlian khusus, yang membuat mereka tertarik kepadanya

Belajar dari situ, Walt membeli beberapa kertas kosong dan mulai menggambar.

Kemudian Walt kembali lagi ke studio-2 itu lagi, kini dengan menonjolkan `bakat' yang dimilikinya.

Ternyata ada satu studio yang tertarik dengan bakat Walt yang luar biasa

Mereka bahkan langsung memesan satu cerita "Alice in The Wonderland" dalam bentuk film kartun bergerak, dengan harga awal US$ 1.500

Jumlah itu justru membuat Walt kaget, karena pada awalnya Walt hanya berharap mendapatkan upah US$ 50 sebulan, hanya sekedar untuk bertahan hidup.

Rangkaian film "Alice in The Wonderland" sukses luar biasa di bioskop Amerika, dan bertahan sampai tiga tahun berturut-turut.

Dengan hasil dari film ini, Walt mulai bisa memperbaiki hidupnya, membeli rumah, membuat studio sendiri dan menikah dengan Lilian Bounds

Suatu hari, Walt teringat masa kecilnya yang bahagia di pedesaan. Hal ini menginspirasi dirinya untuk menggambar tiga sahabat binatangnya waktu itu yaitu bebek, tikus, dan anjing.

Dari sinilah kemudian lahir Donald Duck Mickey Mouse dan Pluto. Ketiga binatang inilah yang membawa Walt Disney menuju ke kejayaannya sebagai seorang bintang di Hollywood.

Selain itu, Walt juga rajin menciptakan film-film animasi lain yang terus mencetak uang bagi dirinya, seperti Snow White, Cinderella, Peter Pan dan Bambi.

Dari sinilah Walt kemudian mendedikasikan diri seutuhnya untuk kebahagiaan anak2 sedunia.

Pada tahun 1950, Walt mempunyai impian untuk membangun taman impian bagi anak-anak.

Impian Walt ini dianggap gila oleh rekan-2nya sesama pengusaha namun Walt tetap dengan pendiriannya.

Taman bermain ini akhirnya bisa diwujudkan pada tahun 1955 di Anaheim, California

Pada waktu pembukaan, Walt mengatakan dalam pidatonya "KESUKSESAN DIMULAI KETIKA KITA MULAI MENCIPTAKAN IMPIAN JAUH KEDEPAN. DAN SAAT KITA BERKOMITMEN

UNTUK MENCAPAI IMPIAN ITU, MAKA SELANJUTNYA IMPIAN ITU YANG AKAN MENJADI MAGNET DAN MENARIK KITA KESANA????..".

Walt Disney meninggal pada tahun 1966. Namun visi dan impiannya untuk kebahagiaan anak-anak akan terus dikenang oleh dunia sepanjang masa

In life you can't turn back

Zaman dahulu kala, hiduplah seorang Raja. Raja ini seharusnya puas dengan kehidupannya, dengan segala harta benda dan kemewahan yang ia miliki. Tapi Raja ini tidak seperti itu. Sang Raja selalu bertanya-tanya mengapa ia tidak pernah puas dengan kehidupannya. Tentu saja, ia memiliki perhatian semua orang kemana pun ia pergi, menghadiri jamuan makan malam dan pesta yang mewah, tetapi, ia tetap merasa ada sesuatu yang kurang dan ia tidak tahu apa sebabnya.

Suatu hari, sang Raja bangun lebih pagi dari biasanya dan memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar istananya. Sang Raja masuk ke dalam ruang tamunya yang luas dan berhenti ketika ia mendengarkan seseorang bernyanyi dengan riang dan perhatiannya tertuju kepada salah satu pembantunya yang bersenandung gembira dan wajahnya memancarkan sukacita serta kepuasan. Hal ini menarik perhatian sang Raja dan ia pun memanggil si hamba masuk ke dalam ruangannya.

Pria ini, si hamba, masuk ke dalam ruangan sang Raja seperti yang telah diperintahkan. Lalu sang Raja bertanya mengapa si hamba begitu riang gembira. Kemudian, si hamba menjawab, “Yang Mulia, diri saya tidaklah lebih dari seorang hamba, namun apa yang saya peroleh cukup untuk menyenangkan istri dan anak-anak saya. Kami tidak memerlukan banyak, sebuah atap di atas kepala kami dan makanan yang hangat untuk mengisi perut kami. Istri dan anak-anak saya adalah sumber inspirasi saya, mereka puas dengan apa yang bisa saya sediakan walaupun sedikit. Saya bersukacita karena mereka bersukacita.”

Mendengar hal tersebut, sang Raja menyuruh si hamba keluar dan kemudian memanggil asisten pribadinya masuk ke dalam ruangan.Sang Raja berusaha mengkaji perasaan pribadinya dan mengkaitkan dengan kisah yang baru saja didengarnya, berharap dirinya dapat menemukan suatu alasan mengapa ia seharusnya dapat merasa puas dengan apa yang dapat diperoleh dengan sekejap tetapi tidak, sedangkan hambanya hanya memperoleh sedikit harta tetapi memiliki rasa kepuasan yang besar.

Dengan penuh perhatian, sang asisten pribadi mendengarkan ucapan sang Raja dan kemudian menarik kesimpulan. Ujarnya, “Yang Mulia, saya percaya si hamba itu belum menjadi bagian dari kelompok 99.” “Kelompok 99? Apakah itu?” tanya sang Raja.

Kemudian, sang asisten pribadi menjawab, “Yang Mulia, untuk mengetahui apa itu Kelompok 99, Yang Mulia harus melakukan hal ini… letakkan 99 koin emas dalam sebuah kantung dan tinggalkan kantung tersebut di depan rumah si hamba, setelah itu Yang Mulia akan mengerti apa itu Kelompok 99.”

Sore harinya, sang Raja mengatur agar si hamba memperoleh kantung yang berisi 99 koin emas di depan rumahnya. Walaupun ada sedikit keraguan muncul, dan sang Raja ingin memberikan 100 koin emas, namun ia menuruti nasihat si asisten pribadi dan tetap meletakkan 99 koin emas.

Esok harinya, ketika si hamba baru saja hendak melangkahkan kakinya ke luar rumah, matanya melihat sebuah kantung. Bertanya-tanya dalam hatinya, ia membawa kantung itu masuk ke dalam dan membukanya. Ketika melihat begitu banyak koin emas di dalamnya, ia langsung berteriak girang. Koin emas… begitu banyak! Hampir ia tidak percaya. Kemudian ia memanggil istri dan anak-anaknya ke luar memperlihatkan temuannya.

Si hamba meletakkan kantung tersebut di atas meja, mengeluarkan seluruh isinya dan mulai menghitung. Hanya 99 koin emas, dan ia pun merasa aneh. Dihitungnya kembali, terus menerus dan tetap saja, hanya 99 koin emas. Si hamba mulai bertanya-tanya, kemanakah koin yang satu lagi? Tidak mungkin seseorang hanya meninggalkan 99 koin emas. Ia pun mulai menggeledah seluruh rumahnya, mencari koin yang terakhir.

Setelah ia merasa letih dan putus asa, ia memutuskan untuk bekerja lebih keras lagi untuk menggantikan 1 koin itu agar jumlahnya genap 100 koin emas.

Keesokan harinya, ia bangun dengan suasana hati yang benar-benar tidak enak, berteriak-teriak kepada istri dan anak-anaknya, tidak menyadari bahwa ia telah menghabiskan malam sebelumnya dengan bekerja keras agar ia mampu membeli 1 koin emas. Si hamba bekerja seperti biasa, tetapi tidak dengan suasana hati yang riang, bersiul-siul seperti biasanya. Dan si hamba pun tidak menyadari bahwa sang Raja memperhatikan dirinya ketika ia melakukan pekerjaan hariannya dengan bersungut-sungut.

Sang Raja bingung melihat sikap si hamba yang berubah begitu drastis, lalu memanggil asisten pribadinya masuk ke dalam ruangan. Diceritakan apa yang telah dilihatnya dan si asisten pribadinya tetap mendengarkan dengan penuh perhatian. Sang Raja bertanya, bukankah seharusnya si hamba itu lebih riang karena ia telah memiliki koin emas.

Jawab si asisten,”Ah.. tetapi, Yang Mulia, sekarang hamba itu secara resmi telah masuk ke dalam Kelompok 99.” Lanjutnya, “Kelompok 99 itu hanyalah sebuah nama yang diberikan kepada orang-orang yang telah memiliki semuanya tetapi tidak pernah merasa puas, dan mereka terus bekerja keras mencoba mencari 1 koin emas yang terakhir agar genap 100 koin emas. Kita harusnya merasa bersyukur dengan apa yang ada, dan kita bisa hidup dengan sedikit yang kita miliki. Tetapi ketika kita diberikan yang lebih baik dan lebih banyak, kita menghendaki lebih! Tidak menjadi orang yang sama lagi, yang puas dengan apa yang ada, tetapi kita terus menghendaki lebih dan lebih dan memiliki keinginan seperti itu kita membayar harga yang tidak kita pun sadari. Kehilangan waktu tidur, kebahagiaan, dan menyakiti orang-orang yang berada di sekitar kita hanya untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan kita sendiri. Orang-orang seperti itulah yang tergabung dalam Kelompok 99!”

Mendengar hal itu, sang Raja memutuskan bahwa untuk selanjutnya, ia akan mulai menghargai hal-hal yang kecil dalam hidup. Berusaha untuk memiliki lebih itu bagus, tetapi jangan berusaha terlalu keras sehingga kita kehilangan orang-orang yang dekat dengan kita, jangan pernah menukar kebahagiaan dengan kemewahan.